Saya Mulyani, Anggota binaan Flower Aceh. Domisili di Desa Dayah Baro, Kecamatan Batee.

Terima Kasih atas kesempatannya. Saya ingin menyampaikan aspirasi perempuan Pidie, termasuk perempuan disabilitas yang mendapat diskriminasi (dikriminasi ganda sebagai perempuan dan sebagai disabilitas).

Pemerintah Pusat memberikan Dana Otsus kepada Pemerintah Aceh sejak 2008 sampai sekarang dengan jumlah triliunan. Pemerintah Pusat juga memberikan Dana Desa (UU no. 6 tahun 2014) sejak tahun 2015 untuk meningkatkan pembangunan desa.

Realitanya sampai saat ini Provinsi Aceh masih dalam salah satu kategori Provinsi termiskin di Sumatera. Apakah wacana perencanaan dan pembangunan sudah terimplementasi dengan baik dalam kategori pembangunan yang inklusif dan responsif gender?

Tetapi, apa yang kami rasakan masih jauh dari kategori inklusif dan responsif gender, diantaranya:

  • Kurangnya partisipasi perempuan dalam pengambilan keputusan baik dalam musyawarah tingkat desa sampai kabupaten, sehingga kebutuhannya tidak terakomodir dengan baik.  Bahkan untuk kelompok rentan (Perempuan disabilitas) dan anak tidak terlibat dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan.
  • Diskriminasi bagi penyandang disabilitas dalam layanan publik, kualitas dan pelayanan kesehatan, pendidikan dan pekerjaan. Pemerintah dan masyarakat Pidie masih belum paham akan permasalahan aksesibilitas, dimana banyak bangunan yang ada di Kabupaten Pidie tidak ramah bagi penyandang disabilitas. 
  • Sebagian besar Kelompok rentan (perempuan, lansia dan disabilitas) tinggal di rumah tidak layak huni dan dalam kategori ekonomi pra sejahtera
  • Distribusi dana desa belum merata untuk peningkatan kapasitas terhadap perempuan, anak dan kelompok rentan.
  • Perempuan dan anak terus-menerus mengalami berbagai kekerasan bahkan di dalam rumahnya sendiri oleh orang-orang yang seharusnya bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatan mereka.

Adapun beberapa rekomendasi yang saya harapkan dapat dilakukan kedepannya:

  • Perempuan, anak dan kelompok rentan harus dilibatkan dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan, supaya aspirasi dan kebutuhan mereka terakomodir dengan baik dan menyediakan kuota untuk partisipasi perempuan, anak dan kelompok rentan dalam Musrenbang tingkat desa dan kecamatan.
  • Pemerintah Kabupaten Pidie harus memenuhi hak-hak disabilitas sesuai dengan UU no. 8 tahun 2016 mengenai Pemenuhan Hak-hak disabilitas.
  • Pemenuhan hak perempuan yang mengalami kekerasan sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. UU 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak, baik dari kekerasan dan diskriminasi.

“Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabupaten/kota serta penduduk Aceh seharusnya berkewajiban memajukan dan melindungi hak-hak perempuan dan anak serta melakukan upaya pemberdayaan yang bermartabat” tutupnya.

Akhir kata, dalam UU PA diatur berbagai hal untuk memastikan damai yang dibangun memberikan dampak kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Aceh tanpa terkecuali, termasuk perempuan dan anak, yaitu pasal 231 UU PA, semoga ini menjadi panduan dan kekuatan untuk pemerintah lokal dalam melakukan kebijakan.

“Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?.” (QS. An-Nahl ayat 72)

Berita Aceh

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

12 + 7 =